Kemampuan Makan Ikan Cupang Terhadap Jentik Nyamuk Aedes aegypti
Karya tulis ini dibuat ketika penulis masih duduk dibangku kelas 11 Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Salatiga. Adapun penyusunnya antara lain :
Bani Amifakhrudin 1017351
Febriyan Permana P 1017301
Lilin Kumala P 1017306
Reza Muhammad G 1017399
---------------------------------------------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampai
saat ini penyakit bersumber vektor masih merupakan masalah di Indonesia,
seperti Demam Berdarah, Chikungunya, Malaria, Filariasis dan Japhanese
Encephalitis. Penyakit Chikungunya merupakan salah satu masalah kesehatan di
Indonesia. Penyebab penyakit ini adalah virus Chikungunya, genus alphavirus,
famili dari Togaviridae. Vektor yang berperan adalah nyamuk Aedes aegypti.
Chikungunya
berasal dari bahasa Swahili berdasarkan
gejala pada penderita, yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung, mengacu
pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia).
Gejala penyakit ini adalah tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti dengan linu di
persendian, bintik merah pada kulit, kadang-kadang disertai pembengkakan pada
daerah persendian.
Penyakit
Chikungunya dilaporkan di Indonesia pertama kali pada tahun 1973 di Samarinda, kemudian berjangkit di Kuala Tungkal, Martapura,
Ternate, Yogyakarta (1983), Muara Enim (1999), Aceh dan Bogor (2001). Awal 2001,
kejadian luar biasa demam Chikungunya terjadi di Muara Enim, Sumatera
Selatan dan Aceh, disusul Bogor pada
bulan Oktober.
Setahun kemudian, demam Chikungunya berjangkit
lagi di Bekasi (Jawa Barat), Purworejo dan Klaten (Jawa Tengah). Diperkirakan sepanjang tahun 2001-2003
jumlah kasus Chikungunya mencapai
3.918 jiwa dan tanpa kematian yang diakibatkan penyakit ini.
Hingga
saat ini, penyakit chikungunya belum ditemukan obatnya. Untuk sementara,
pengobatan hanya bersifat
symtomatis artinya hanya mengobati apa yang menjadi keluhan penderita. Sehingga, pengendalian populasi
lebih digunakan untuk mengurangi jumlah kasus yang ada serta sebagai bentuk
pencegahan penyebaran penyakit. Ada 2 cara pengendalian nyamuk yaitu kimiawi
dan non kimiawi. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan bahan
kimia. Namun, penggunaan bahan kimia dalam waktu lama dapat merusak lingkungan
serta mengganggu kesehatan manusia. Untuk menghindari dampak negatif dari
pengendalian secara kimiawi, pengendalian secara non kimiawi lebih baik
dilakukan. Salah satu caranya yaitu dengan menggunakan ikan cupang.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang di
atas penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah ada pengaruh pemeliharaan ikan cupang terhadap
perkembangan jentik nyamuk ?
2. Bagaimana
pengaruh umur ikan cupang terhadap kemampuan memakan jentik nyamuk ?
3. Bagaimana
pengaruh jenis kelamin ikan cupang terhadap kemampuan memakan jentik nyamuk ?
1.3
Tujuan
Penulisan Karya Tulis
Berdasarkan latar
belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai sebagai berikut
:
1. Mengetahui
kemampuan makan ikan cupang terhadap jentik nyamuk Aedes aegypti.
2. Mengetahui
kemampuan makan ikan cupang berdasarkan jenis kelamin dan umur terhadap jentik
nyamuk Aedes aegypti.
3. Mengetahui
keunggulan pencegahan penyakit chikungunya menggunakan ikan cupang dibandingkan
dengan pencegahan lainnya.
1.4
Manfaat
Penulisan Karya Tulis
1. Sebagai
upaya pengendalian vektor demam berdarah dan chikungunya secara efektif dan
efisien.
2. Mengetahui
pengaruh pemeliharaan ikan
cupang terhadap perkembangan jentik nyamuk.
3. Mengetahui
pengaruh umur ikan cupang terhadap kemampuan memakan jentik nyamuk.
4. Mengetahui
pengaruh jenis kelamin ikan cupang terhadap kemampuan memakan jentik nyamuk
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1
Tinjauan Pustaka
1.
Demam Berdarah
Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina. Virus didapatkan ketika menghisap darah
orang yang terinfeksi. Masa inkubasi selama 8-10 hari. Sampai saat ini belum
ada obat yang spesifik bagi penderita DB, maka upaya pencegahannya difokuskan
pada pemberantasan nyamuk Aedes
aegypti sebagai vektor penyakit.
2.
Nyamuk
Nyamuk
adalah serangga berukuran kecil, halus, langsing, kaki-kaki atau tungkainya
panjang langsing dan mempunyai bagian mulut untuk menusuk kulit dan menghisap
darah (Upik KH dan FX Koesharto, 2006).. Nyamuk termasuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dengan 3 subfamili yaitu, Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres) dan
Anophelinae (Anopheles). Nyamuk
dewasa pada umumnya berukuran panjang 3-6 mm, langsing dan tungkainya panjang,
sayapnya sempit dengan vena dan sisik sayapnya tersebar meliputi seluruh bagian
sayap sampai ke ujung-ujungnya. Kepalanya agak membulat, hampir seluruhnya
diliputi oleh sepasang mata majemuk yang hampir bersentuhan. Pada nyamuk
betina, bagian mulut yang panjang berguna untuk menusuk dan menghisap
darah.Antenanya panjang dan langsing terdiri dari 15 segmen. Antena nyamuk
jantan memiliki lebih banyak bulu, dibandingkan dengan nyamuk betina. Nyamuk
mengalami metamorfosis sempurna yaitu telur, larva (jentik), pupa lalu menjadi
nyamuk dewasa.
3.
Nyamuk Aedes
Aegypti
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, Aedes aegypti juga merupakan pembawa
virus
demam kuning (yellow fever)
dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir
semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama
(primaryvector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus
persebaran dengue di desa dan kota.
4.
Ikan
Cupang (Betta sp.)
Cupang (Betta sp.) adalah ikan air
tawar yang
habitat asalnya adalah beberapa negara di Asia
Tenggara, antara
lain Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Ikan ini mempunyai bentuk dan
karakter yang unik dan cenderung agresif dalam mempertahankan wilayahnya.
Jenis-jenis ikan cupang antara lain adalah sebagai
berikut:
a. Cupang Tarung merupakan
cupang yang banyak ditemukan di toko-toko ikan. Cupang ini bersifat agresif dan
harganya lebih ekonomis daripada ikan cupang hias.
b. Cupang Plakat
Ikan cupang plakat
adalah ikan cupang hias dengan bentuk ekor yang lebih pendek atau biasa disebut
ikan ekor pendek. Cupang plakat berasal dari Thailand yang pertama kali
mengembangbiakannya. Kata Plakat merupakan bahasa Thai yang berarti cupang laga
atau cupang aduan. Cupang plakat memang sebenarnya merupakan ikan cupang aduan
atau laga yang berasal dari cupang alam. Kata plakat untuk membedakan antara
ikan cupang hias dengan cupang aduan untuk lebih familiar di kalangan
internasional. Kecantikan ikan cupang plakat ini terlihat pada bentuk sirip,
gigi yang tajam, keindahan & kerasnya sisik ikan maupun gaya bertarungnya.
c. Cupang Serit/Crown Tail
Ikan cupang jenis Crown
Tail atau biasa disebut dengan Ikan cupang Serit ternyata berasal asli dari
Indonesia. Semua penghobi internasional pun mengakuinya dan dari sebuah situs
hobiis ikan cupang hias berikut ini dikutip sebagai berikut:
The Crowntail was founded 1997 in West Jakarta,
Slipi, Indonesia, and the creator was an Indonesian breeder named Achmad Yusuf
(Iyus), who called it ‘cupang serit’ in Indonesian. When Henry Yin showed this
fish in one of the IBC shows, he named it CROWNTAIL.
d.
Cupang Halfmoon memiliki sirip dan ekor yang lebar dan simetris menyerupai
bentuk bulan setengah. Jenis cupang ini pertama kali dibudidaya di Amerika
Serikat oleh Peter Goettner pada tahun 1982.
e.
Giant (cupang raksasa) merupakan hasil perkawinan silang antara
cupang biasa dengan cupang alam, cupang jenis ini ukurannya bisa mencapai 12 cm.
2.2
Tempat Dan Waktu
Penelitian
Kelas XI IPA 2 SMA N 1 Salatiga
Jumat, 20 April 2012
Pukul 13.05 – 14.05
2.3
Jenis Penelitian
Dalam karya tulis ini digunakan jenis penelitian
observasi yaitu, mengamati secara langsung kemampuan makan ikan cupang
berdasarkan jenis kelamin dan umurnya dalam 30 menit.
2.4
Instrumen dan
Cara Kerja
1. Instrumen/Alat Kerja
a.
3 jantan dan 1
betina ikan cupang tarung
b.
4 Mangkuk
c.
Timer
d.
400 ekor jentik
nyamuk
2. Cara Kerja
a.
Menyiapkan 4
mangkuk yang diisi air masing-masing 500 ml.
b.
Masukkan 100
jentik nyamuk Aedes aegypti pada
masing-masing mangkuk.
c.
Masukkan ikan
cupang, di mana tiap ekor berada di satu wadah.
d.
Amati berapa
banyak jentik yang dimakan pada menit ke-5, menit ke-10 hingga menit ke-30
(kelipatan 5 menit).
BAB III
KEMAMPUAN MAKAN IKAN CUPANG TERHADAP JENTIK NYAMUK Aedes aegypti
3.1. Pengaruh pemeliharaan
ikan cupang terhadap jentik nyamuk
Selain meggunakan metode 3M (menguras,
mengubur, menutup) untuk mengurangi populasi jentik nyamuk, memelihara ikan
cupang juga dapat membantu dalam menurunkan jumlah populasi jentik nyamuk. Ikan
cupang, sebagai predator alami dari jentik nyamuk, dapat memangsa jentik nyamuk
yang ada secara efektif. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan, dari seratus ekor jentik nyamuk terdapat lima puluh satu ekor jentik
nyamuk yang dimakan oleh ikan cupang selama tiga puluh menit. Hal ini cukup
efektif untuk pencegahan bertambahnya populasi jentik
nyamuk.
3.2. Pengaruh umur ikan cupang terhadap
kemampuan memakan jentik nyamuk
Dalam pemberantasan
jentik nyamuk Aedes aegypti
menggunakan ikan cupang, yang perlu diperhatikan adalah umurnya. Umur
berpengaruh pada kemampuannya dalam memangsa jentik nyamuk. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, ikan cupang yang berumur 5 bulan lebih banyak
memakan jentik nyamuk daripada yang berumur 3 bulan. Ikan cupang berumur 5 bulan,
dalam waktu tiga puluh menit mampu memakan 51 ekor ekor jentik nyamuk Aedes aegypti, sedangkan ikan cupang
berumur 3 bulan hanya mampu memakan 43 ekor saja.
3.3. Pengaruh jenis kelamin ikan cupang
terhadap kemampuan memakan jentik nyamuk
Dalam pemberantasan jentik nyamuk Aedes aegypti menggunakan ikan cupang,
selain umur yang perlu diperhatikan adalah jenis kelamin. Jenis kelamin
berpengaruh pada kemampuannya dalam memangsa jentik nyamuk. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, ikan cupang jantan lebih banyak memakan jentik
nyamuk daripada ikan cupang betina. Ikan cupang jantan, dalam waktu tiga puluh
menit mampu memakan 49 ekor ekor jentik nyamuk Aedes aegypti, sedangkan ikan cupang betina hanya mampu memakan 41
ekor saja.
3.4.
Kesimpulan
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
Kemampuan makan ikan
cupang terhadap jentik nyamuk Aedes
aegypti, tergantung dari umur dan jenis kelamin ikan cupang tersebut.
Semakin bertambahnya umur, kemampuan makannya pun akan lebih besar. Ikan cupang
jantan memakan lebih banyak jentik nyamuk daripada ikan cupang betina. Sehingga, untuk mencegah perkembangan jentik
nyamuk Aedes aegypti
dapat menggunakan ikan cupang.
4.2. Saran
Ikan cupang selain sebagai ikan hias,
juga dapat digunakan sebagai pengendali perkembangan populasi jentik nyamuk. Berdasar
penelitian sebaiknya ikan cupang dapat
diletakkan di akuarium, kolam ikan, dan bak mandi. Hal ini cukup efektif untuk
mengurangi jumlah perkembangan jentik nyamuk, sehingga dapat mengurangi jumlah
penyebaran penyakit DBD dan cikungunya.
DAFTAR
PUSTAKA
H. Sigit, Singgih dkk. 2006. Hama Permukiman
Masyarakat. Bogor : Institut Pertanian
Bogor.
Sunari. 2007. Budi Daya Ikan Cupang. Jakarta : Ganeca
Exact.
http://www.solopos.com/2010/channel/jateng/17-daerah-di-jateng-klb-chikungunya-15734. 28 Februari
2010. Oto. 17 Daerah di Jateng KLB Chikungunya.
Komentar
Posting Komentar