STRATIFIKASI SOSIAL PADA SISTEM RELIGI MASYARAKAT DI TONGA DAN HAWAII
Fayeza Shasliz Arumdhati, Lea Purwyanasari Elvida, Lilin Kumala Pratiwi, Riana Wulan Pradipta, Wiji Tri Ningsih
2014
PENDAHULUAN
Tingkat
kompleksitas suatu masyarakat dapat dilihat dari bagaimana stratifikasi sosial,
sistem pertanian dan perdagangan pada sebuah masyarakat (Mahirta & Tanudirjo,
2009). Semakin tinggi tingkat kompleksitas suatu masyarakat, menandakan bahwa semakin
tinggi pula tingkat kemajuan masyarakatnya. Kemajuan tersebut biasanya dimulai
oleh satu atau sekelompok orang yang berpengaruh terhadap suatu komunitas yang kemudian
satu atau sekelompok orang tersebut akan memiliki status sosial yang lebih
tinggi dibanding lainnya. Keberadaan proses ini lah yang tanpa sadar telah
memunculkan stratifikasi pada berbagai aspek.
Keberadaan
sistem stratifikasi sosial tersebut menunjukkan bahwa kehidupan sebuah
masyarakat telah menjadi semakin kompleks. Salah satu unsur yang menandakan
adanya kompleksitas dalam masyarakat adalah munculnya sistem religi. Sistem
religi merupakan sistem yang terbentuk dalam proses hubungan antara manusia
dengan penciptanya. Dalam perkembangan sistem religi manusia mendapat dorong
untuk membangun atau membuat berbagai sarana prasarana penunjang dalam proses
ibadahnya. Terdapat berbagai macam sarana-prasarana penunjang dalam sistem
religi, salah satunya adalah monumen religi.
PEMBAHASAN
Struktur
sosial-politik yang terbentuk di Tonga dan Hawaii sama-sama mengalami proses hierarchization, yaitu terdapat tatanan
dengan pengembangan stratifikasi (kaum elit mendominasi rakyat jelata, sehingga
terdapat julukan kaum minoritas sebagai kaum yang didominasi). Baik di Tonga maupun
Hawaii arsitektur monumental dimanfaatkan oleh para tetua dari kaum ‘elit’ sebagai
simbol untuk menegaskan kekuasaan mereka. Arsitektur yang terdapat pada kedua
tempat ini lebih cenderung mengarah ke konvergensi, dimana kesamaan yang
terdapat pada keduanya lebih mengarah kepada satu titik yang sama dan tidak
memiliki asal usul yang menandakan keduanya memiliki hubungan kekerabatan.
A.
Tonga
Kebudayaan
di Tonga, diketahui berusia 2850 – 150 BP berdasarkan tinggalan artefaknya
yaitu kerang dan gerabah lapita. Masyarakat Tonga pada masa prasejarah akhir
diatur oleh dua kepala, yaitu Tu’i Tonga (sakral) dan Hau
(sekuler). Dominasi politik Tu’i Tonga dan hau diakui setiap tahunnya
dengan diselenggarakannya ‘inasi,
yaitu upacara utama peringatan buah pertama dimana tiap ‘eiki mempersembahkan sesaji di Mu’a.
Upacara ‘inasi dilakukan di sebuah
tempat publik seperti alun-alun yang menghadap ke monumen kubur para Tu’i Tonga.
Gb.
1. Stratifikasi Sosial Dalam Sistem Religi (Kirch, 1990).
Gb.
2. Klasifikasi Taksonomi Monumen (Kirch, 1990).
Struktur
yang digunakan pada monument di Tonga berupa kayu. Bangunan tersebut merupakan
ciri khas Tonga dan Samoa. Secara arsitektural, bangunan tersebut sama seperti
bangunan tempat tinggal dan rumah tamu yang didirikan diatas platform batu yang dilengkapi dengan pagar
kayu guna membatasi area yang tabu. Selain itu, ditemukan juga dua jenis
gundukan tanah di Tongatapu. Bentuknya adalah persegi panjang dan lingkaran
dengan berbagai ukuran. Sebagian besar gundukan berbentuk persegi panjang yang merupakan
kuburan bagi orang-orang penting, seperti anggota masyarakat yang dianggap suci
pada garis keturunan Tu’i Tonga,
orang-orang kelas atas lain dan pemimpin suku. Gundukan yang digunakan sebagai
kubur anggota masyarakat yang dianggap suci dari garis keturunan Tu’i Tonga disebut langi. Gundukan yang digunakan sebagai kubur orang-orang kelas atas
lain disebut faitoka. Gundukan yang
digunakan sebagai kubur bagi para pemimpin suku dan keluarga bangsawan
masyarakat di wilayah Tonga disebut esi.
Gundukan
tanah sebagai bentuk monumental
architecture tidak hanya digunakan sebagai kuburan pemimpin saja, akan
tetapi juga sebagai tempat melakukan ritual yang berhubungan dengan pengesahan
pemimpin baru. Berdasarkan perilaku tersebut, dapat disimpulkan bahwa situs
perkuburan bagi masyarakat Tonga memiliki fungsi lain yaitu sebagai tempat diselenggarakannya
acara-acara sakral. Tempat tersebut dianggap sakral sehingga juka dilakukan
upacara atau ritual yang penting akan dilakukan pada gundukan tanah tersebut.
B.
Hawaii
Meski
berakar pada konsep yang sama, namundapat dilihat perbedaan antara Tonga dan
Hawaii melalui fungsi arsitektur monumental yang ada. Di Tonga, ritual
dilakukan di depan monumen kubur tanpa ada kegiatan pemujaan terhadap monumen
lain. Tu’i Tonga dianggap sebagai
pemimpin yang paling penting, karena dipercaya sebagai turunan para dewa.
Berdasarkan
survei yang pernah dilakukan, terdapat lebih dari 800 buah heiau tersebar di seluruh Hawaii. Juga terdapat bukti pembatasan
area ritual dengan adanya dinding batu atau konstruksi batu yang ditinggikan. Heiau yang berukuran kecil memiliki
batas berupa pagar dari dinding batu berbentuk persegi dengan teras altar di
salah satu sisi pagar. Sedangkan Heiau
yang berukuran besar (luakini) memiliki
batas berupa konstruksi batu bertingkat ganda dengan ukuran sekitar 18.000 m2
batu. Diatas konstruksi batu ini terdapat berbagai perlengkapan ritual, seperti
tempat sesaji, tempat peramal serta ukiran kayu2.
Menurut
Valeri, kuil yang ada di Hawaii dapat diklasifikasikan menjadi 2 menurut
fungsinya, yaitu kuil yang terkait dengan peperangan dan kuil yang terkait
dengan upacara meminta pertumbuhan serta kesuburan. Di luakini ditemukan sisa
persembahan berupa manusia yang kemungkinan dikorbankan untuk keberlangsungan
upacara. Di luakini, hanya pendeta tertinggi saja yang boleh memimpin dan
melakukan upacara. Upacara yang diadakan di kuil Lono dipimpin oleh pendeta. Sedangkan
upacara di kuil kecil yang lain, seperti ko’a (kuil memancing) serta kuil di rumah,
boleh dilakukan oleh semua kalangan masyarakat (Kirch,
P.V. 1990. Monumental Architecture and Power in Polynesian Chiefdom: A
Comparison of Tonga and Hawaii. Hlm 214).
Dua
buah kuil yang berhasil di ekskavasi, ‘Ale’ale’a di Pulai Hawaii dan Kane’aki
di Pulau Oahu, menunjukkan urutan konstruksi yang kompleks dimana kuil tersebut
sering dibangun kembali dan diperbesar oleh para penguasanya. Beberapa dewanya
disimbolkan dengan batu atau pepohonan. Ritual yang dilakukan jika hendak
melakukan kontak dengan dewa, ialah ritual sederhana yang dapat dilakukan oleh
berbagai kalangan masyarakat dengan mempersembahkan ranting atau batu kecil sambil
mengucapkan mantra-mantra. Jika hendak melakukan kontak dengan dewa yang lebih
tinggi atau mengadakan suatu acara, upacara yang dilakukan lebih rumit, bangunan
khusus harus didirikan, pendeta khusus pun diperlukan dan sesaji yang harus
dipersembahkan lebih banyak, bahkan sampai harus mempersembahkan tumbal manusia
( Kirch,
P.V. 1990. Monumental Architecture and Power in Polynesian Chiefdom: A
Comparison of Tonga and Hawaii.Hlm 214).
KESIMPULAN
Walaupun Tonga dan Hawaii
terletak sama-sama terletak di Polinesia, namun terdapat perbedaan dalam
struktur masyarakatnya. Perbedaan tersebut salah satunya nampak dari sisi
sistem religinya, yaitu bangunan monumen religi yang digunakan. Di Tonga
pemujaan dilakukan di situs perkuburan leluhur (Tu’i Tonga), karena leluhur
dianggap sebagai simbol dewa. Fungsi pemimpin pada masyarakat Tonga hanya
sebagai perantara antara manusia dan dewa.
Sedangkan di Hawaii, pemujaan dilakukan di kuil khususyang
dibangun oleh masyarakat untuk pemujaan dewa yang mereka anut, yaitu Lono dan
Ku. Pendeta khusus dan pengorbanan hanya diperlukan untuk ritual-ritual besar
saja.
DAFTAR PUSTAKA
Tanudirjo, Daud Aris dan
Mahirta. 2009. Arkeologi Pasifik. Unit Penerbitan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Jennings, Jesse D. 1979.
The Prehistory of Polynesia. Harvard University Press. Massachusetts.
Sumber Internet
Kirch, P.V. 1990.
Monumental Architecture and Power in Polynesian Chiefdom: A Comparison of Tonga
and Hawaii. http://www.jstor.org/stable/124877. Diakses pada
tanggal 7 November 2014.
Burley, David V. 1998. Tongan
Archaeology and the Tongan Past, 2850–150 B.P. http://www.jstor.org/stable/25801130.
Diakses pada tanggal 7 November 2014.
Grijp, Paul van der. 2004. Strategic
Murders. Social Drama in Tonga's Chiefly System (Western Polynesia).
http://www.jstor.org/stable/40466397. Diakses pada tanggal 7 November 2014.
Komentar
Posting Komentar